BacaJuga: Surah Ar-Ra'd Ayat 26: Rezeki adalah karunia Allah swt yang Harus Diusahakan. Dari pemaparan singkat di atas dapat dipahami bahwa Surah Al-Hasyr ayat 7 memberikan larangan atas penumpukan harta kekayaan. Sebab harta itu harus beredar agar dapat dimanfaatkan oleh banyak orang bukan sekelompok orang saja.
Imam Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Abbas yang berkata, “Surah al-Anfaal turun berkenaan dengan Perang Badar sedangkan surah al-Hasyr turun berkenaan dengan Bani Nadhir.” 502 Ayat 1, yaitu firman Allah ta’ala, “Apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi bertasbih kepada Allah; dan Dialah Yang Mahaperkasa, Mahabijaksana.” al-Hasyr 1 Sebab Turunnya Ayat Imam al-Hakim meriwayatkan riwayat yang dinilainya shahih dari Aisyah yang berkata, “Peperangan dengan Bani Nadhir, yaitu sebuah kabilah Yahudi, terjadi pada pengujung bulan keenam setelah Perang Badar. Perkampungan dan perkebunan kurma milik mereka berada di pinggir kota Madinah. Rasulullah lantas mengepung permukiman mereka itu hingga mereka akhirnya bersedia keluar dari Madinah, tetapi dengan perjanjian bahwa mereka diperkenankan untuk membawa harta dan barang-barang mereka sejauh yang bisa diangkut oleh unta-unta mereka, kecuali barang-barang yang berupa persenjataan. Berkenaan dengan mereka itulah Allah menurunkan ayat, Apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi bertasbih kepada Allah; dan Dialah Yang Mahaperkasa, Mahabijaksana.'” Ayat 5, yaitu firman Allah ta’ala, “Apa saja yang kamu tebang dari pohon kurma milik orang-orang kafir atau yang kamu biarkan tumbuh berdiri di atas pokoknya , maka semua itu adalah dengan izin Allah; dan karena Dia hendak memberikan kehinaan kepada orang-orang fasik.” al-Hasyr 5 Sebab Turunnya Ayat Imam Bukhari dan lainnya meriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa ketika itu Rasulullah membakar dan memotong beberapa batang kurma milik Bani Nadhir yang terdapat di lembah Buwairah. Allah lalu menurunkan ayat ini. 503 Abu Ya’la meriwayatkan dengan sanad yang lemah dari Jabir yang berkata, “Pada awalnya, Rasulullah mengizinkan para sahabat untuk memotong pohon-pohon kurma tersebut, tetapi beliau kemudian melarangnya dengan keras. Para sahabat lantas mendatangi Nabi saw. dan berkata, Wahai Rasulullah, apakah kami berdosa terhadap apa yang telah kami potong atau kami biarkan dari pohon-pohon tersebut?’ Allah lalu menurunkan ayat ini.” Ibnu Ishaq meriwayatkan dari Yazid bin Ruman yang berkata, “Tatkala Rasulullah berangkat menuju perkampungan Bani Nadhir, mereka lantas membuat benteng pertahanan. Rasulullah lalu menyuruh para sahabat untuk memotong dan membakar pohon-pohon kurma mereka. Mereka lantas berkata, Wahai Muhammad, bukankah engkau telah melarang orang lain untuk berbuat kerusakan serta mencela pelakunya?! Akan teapi, kenapa sekarang engkau justru memotong dan membakar pohon-pohon kurma kami?’ Tidak lama kemudian, turunlah ayat ini.” Ibnu Jarir meriwayatkan hal senada dari Qatadah dan Mujahid. Ayat 9, yaitu firman Allah ta’ala, “Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman Anshor sebelum kedatangan mereka Muhajirin, mereka Anshor mencintai’ orang yang berhijrah kepada mereka Muhajirin. Dan mereka Anshor tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka Muhajirin. dan mereka mengutamakan orang-orang Muhajirin, atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang beruntung.” al-Hasyr 9 Sebab Turunnya Ayat Ibnul Mundzir meriwayatkan dari Zaid ibnul-Asham bahwa suatu ketika orang-orang Anshar berkata, “Wahai Rasulullah, berikanlah sebagian dari tanah yang kami miliki ini kepada saudara-saudara kami, kaum Muhajirin.” Rasulullah lalu menjawab, “Tidak. Akan tetapi, kalian cukup menjamin kebutuhan makan mereka serta memberikan setengah dari hasil panen kalian. Adapun tanahnya maka ia tetap menjadi hak milik kalian.” Orang-orang Anshar lalu menjawab, “Ya, kami menerimanya.” Allah lalu menurunkan ayat ini. Imam Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah yang berkata, “Suatu hari, seseorang datang kepada Rasulullah seraya berkata, Wahai Rasulullah, sekarang ini saya sangat kelaparan.’ Rasulullah lalu menanyakan kepada istri-istrinya apakah memiliki persediaan makanan, namun tidak ada apa pun pada mereka. Rasulullah lantas berkata kepada sahabat-sahabatnya, Adakah di antara kalian yang mau menjamunya malam ini? Semoga Allah merahmati yang menjamu tersebut.’ Seorang laki-laki dari kalangan Anshar lalu berdiri dan berkata, Wahai Rasulullah, saya yang akan menjamunya.’ Laki-laki itu lantas pulang ke rumah dan berkata kepada istrinya, Saya telah berjanji akan menjamu seorang tamu Rasulullah. Oleh karena itu, keluarkanlah persediaan makananmu. Akan tetapi, sang istri menjawab, Demi Allah, saya tidak punya makanan apa pun kecuali sekadar yang akan diberikan kepada anak-anak kita.’ Laki-laki itu lantas berkata, Kalau begitu, jika nanti anak-anak kita telah terlihat ingin makan malam maka berusahalah untuk menidurkan mereka. Setelah itu, hidangkanlah makanan untuk mereka itu kepada sang tamu dan padamkan lampu, Adapun kita sendiri akan tidur dengan perut kosong pada malam ini!’ Sang istri lalu menuruti instruksi suaminya itu. Pada pagi harinya, laki-laki itu bertemu dengan Rasulullah. Beliau lantas berkata kepada para sahabat, Sesungguhnya Allah telah terkagum-kagum atau tersenyum dengan apa yang dilakukan oleh si Fulan dan si Fulanah’. Allah lantas menurunkan ayat, …dan mereka mengutamakan orang-orang Muhajirin, atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan…'” 504 Musaddad meriwayatkan dalam musnadnya, demikian pula Ibnul Mundzir dari Abu Mutawakkil an-Naji bahwa seseorang dari kaum muslimin meriwayatkan riwayat yang sama dengan riwayat di atas, tetapi dengan sedikit tambahan, yaitu bahwa laki-laki yang menjamu tamu Rasulullah itu bernama Tsabit bin Qais bin Syamas. Artinya, ayat ini turun berkenaan dengan dirinya. Imam al-Wahidi meriwayatkan dari Muharib bin Ditsar dari Ibnu Umar yang berkata, “Suatu ketika, salah seorang sahabat mendapat hadiah sebuah kepala kambing. Sahabat itu lantas berkata, Sesungguhnya saudara saya, si Fulan, dan keluarganya lebih membutuhkannya daripada saya.’ Ia pun kemudian mengirimkan kepala kambing itu kepada temannya tersebut. Hal seperti ini berlangsung berulang kali di mana setiap kali kepala kambing itu dihadiahkan kepada seseorang maka setiap kali itu pula yang bersangkutan menghadiahkannya kembali kepada temannya. Demikianlah, kepala kambing itu berputar-putar di tujuh rumah sampai akhirnya kembali lagi ke rumah orang yang pertama kali menghadiahkannya. Tentang sikap mereka ini, turunlah ayat,’ …dan mereka mengutamakan orang-orang Muhajirin, atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan…'” Ayat 11, yaitu firman Allah ta’ala, “Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang munafik yang berkata kepada saudara-saudara mereka yang kafir di antara ahli kitab “Sesungguhnya jika kamu diusir niscaya kamipun akan keluar bersamamu; dan kami selama-lamanya tidak akan patuh kepada siapapun untuk menyusahkan kamu, dan jika kamu diperangi pasti kami akan membantu kamu.” Dan Allah menyaksikan bahwa Sesungguhnya mereka benar-benar pendusta.” al-Hasyr 11 Sebab Turunnya Ayat Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Suddi yang berkata, “Beberapa orang dari Bani Quraizhah masuk Islam. Akan tetapi, di antara mereka terdapat beberapa orang munafik yang kemudian berkata kepada orang-orang dari Bani Nadhir, Sekiranya kalian nanti diusir maka kami pun pasti akan keluar bersama kalian.’ Berkenaan dengan merekalah turun ayat ini.'” 503. Ibid., hadits nomor 4884. 504. Shahih Bukhari, kitab al-Manaaqibr, hadits nomor 3798. Sumber Diadaptasi dari Jalaluddin As-Suyuthi, Lubaabun Nuquul fii Asbaabin Nuzuul, atau Sebab Turunnya Ayat Al-Qur’an, terj. Tim Abdul Hayyie Gema Insani, hlm. 559 – 563. Post Views 38
Kontroversidalam Memahami Seberapa Penting Asbabun Nuzul Al-Quran. Mochamad Ari Irawan 29/07/2020. Dalam kitab kitab ulum al Qur'an atau Ulum al Tafsir, baik yang klasik ataupun yang kontemporer, hampir semua ulama sepakat tentang pentingnya mempelajari dan mengetahui Asbab al Nuzul dalam rangka memahami atau menafsirkan al
Ngaji Rijalul Ansor GP. Ansor Ranting Ngabul, di Masjid Al-Ihsan, Krajan Kalitekuk, malam Jumat 22 Agustus 2019. Oleh M Abdullah Badri DALAM Bab Afdaliyatu Ashhabin Nabi Keutamaan Para Sahabat Nabi, KH. Sya'roni Ahmadi menyebut Surat Al-Hasyr ayat ke-8 dan ke-9 sebagai pijakan dalil keutamaan sahabat dalam karyanya, Farai'dus Saniyyah. لِلْفُقَرَاءِ الْمُهَاجِرِينَ الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ وَأَمْوَالِهِمْ يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا وَيَنْصُرُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ ۚ أُولَٰئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ Artinya "Juga bagi orang fakir yang berhijrah yang diusir dari kampung halaman dan dari harta benda mereka karena mencari karunia dari Allah dan keridhaan-Nya dan mereka menolong Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang benar". QS. Al-Hasyr 8. وَالَّذِينَ تَبَوَّءُوا الدَّارَ وَالْإِيمَانَ مِنْ قَبْلِهِمْ يُحِبُّونَ مَنْ هَاجَرَ إِلَيْهِمْ وَلَا يَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِمَّا أُوتُوا وَيُؤْثِرُونَ عَلَىٰ أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ ۚ وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ Artinya "Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman Anshor sebelum kedatangan mereka Muhajirin, mereka Anshor 'mencintai' orang yang berhijrah kepada mereka Muhajirin. Dan mereka Anshor tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka Muhajirin; dan mereka mengutamakan orang-orang Muhajirin, atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang beruntung". Al-Hasyr 9. Asbabun Nuzul Asbabun Nuzul Surat Al-Hasyr ayat ke-9 bermula dari seorang sahabat Muhajirin yang sowan kepada Rasulullah Saw. karena dia kelaparan. Sayang, saat itu tidak ada makanan apapun yang bisa disuguhkan oleh Rasulullah Saw. di rumahnya. "Siapa diantara kalian yang sanggup melayani tamu ini atas namaku?" Tanya Rasulullah Saw. kepada sahabat yang ada di dekat beliau. Oleh seorang sahabat Anshar, pertanyaan Rasulullah Saw. tersebut langsung diiyakan. Tamu Nabi Saw. itu pun diajak ke rumahnya segera. Sayangnya, di rumahnya itu, kata istri sahabat Anshar tersebut, juga tidak ada makanan apapun kecuali sepiring makanan untuk anak mereka. "Jika begitu, tidurkanlah dulu anak-anak kita. Setelah aku ajak mereka tamu duduk dan berbincang, siapkan saja makanan bagi tamu Rasulullah tersebut. Biarkanlah ada dua piring yang kosong untuk kita berdua. Jika mereka siap untuk makan, kamu berpura-puralah membetulkan lampu agar mereka tidak tahu bahwa kita tidak makan bersama," terang sahabat Anshar tersebut kepada istrinya. Tamu Rasulullah Saw. itu pun kenyang walau keluarga sahabat Anshar tersebut kelaparan. Atas nama mencintai tamu Rasulullah Saw. yang dia adalah sahabat Muhajirin, kalangan sahabat Anshar rela memberikan makanan jatah keluarga mereka meski sangat membutuhkan walau kana bihim khashasah. Atas kejadian di atas, turunlah ayat ke-9 surat Al-Hasyr tersebut. Para perawi tidak ada yang menyebutkan pasti siapa sahabat Anshar yang dimaksud dalam sebab turunnya ayat tersebut. Sebagian ada yang menyebut Tsabit bin Qais Al Anshari ra., Abu Thalhah, Sa'ad bin Abi Waqqash seorang muhajirin sebetulnya. Atas kejadian di atas, turunlah ayat ke-9 Surat Al-Hasyr tersebut. Para perawi tidak ada yang menyebutkan pasti siapa sahabat Anshar yang dimaksud dalam sebab turunnya ayat tersebut. Sebagian ada yang menyebut Tsabit bin Qais Al Anshari ra., Abu Thalhah, Sa'ad bin Abi Waqqash seorang muhajirin sebetulnya. Karena itulah, dalam dalil keutamaan sahabat, KH. Sya'roni Ahmadi menyertakan hadits larangan mencela para sahabat Rasulullah Saw. عن أبي سعيد الخذري رضي الله عنه قال قال النبي صلى الله عليه وسلم لا تسبوا أصحابي فلو أن أحدكم أنفق مثل احد ذهبا ما بلغ مد أحدكم ولا نصيفه رواه البخاري Artinya "Dari Abi Said Al-Khudzri, dia berkata, Rasulullah Saw. bersabda Janganlah kalian mencela para sahabatku. Karena andai kalian berinfak emas sebesar Gunung Uhud pun, tidaklah infak itu mencapai besarnya pahala infak salah seorang sahabatku sebanyak satu mud atau separuhnya saja". HR. Al-Bukhari Dalam riwayat lain, terdapat redaksi beda, yang berbunyi, لا تتخذوهم غرضا من بعدي فوالذي نفسي بيده لو أنفق أحدكم مثل احد ما بلغ مد أحدكم ولا نصيفه رواه البخاري Artinya "Janganlah kalian menjadikan target permusuhan/hinaan orang-orang setelahku para sahabat. Demi Dzat yang nyawaku di genggaman-Nya, andai kalian berinfak emas sebesar Gunung Uhud pun, tidaklah infak itu mencapai besarnya pahala infak salah seorang sahabatku sebanyak satu mud atau separuhnya saja". HR. Al-Bukhari. Nabi sangat mencintai sahabat Muhajirin maupun Anshar. Dan beliau bahkan mengancam, siapa saja yang mencela kaum Anshar, dia munafiq. Nabi Saw. bersanda, آيَةُ الْإِيمَانِ حُبُّ الْأَنْصَارِ وَآيَةُ النِّفَاقِ بُغْضُ الْأَنْصَارِ Artinya "Tanda keimanan adalah mencintai sahabat Anshar, dan tanda kemunafikan adalah membenci sahabat Anshar". HR. Muslim. Tentang kecintaan kepada sahabat Anshar ini, silakan baca esai penulis berjudul Kecintaan Nabi Kepada Para Sahabat Anshor. Larangan Membenci Sahabat Nabi Orang-orang yang membenci para sahabat antara lain adalah kaum Syiah Rafidhah yang menyebut semua sahabat Nabi Muhammad Saw., adalah murtad semua sepeninggal Rasul. Hanya ada tiga orang yang dituduh mereka tidak murtad, yakni Al-Miqdad bin al-Aswad, Abu Dzar al-Ghifari, dan Salman al-Farisi. Pendapat ini terdapat dalam Kitab Babon kelompok Syiah berjudul Asy-Syi’ah wa Ahlil Bait hlm. 45 yang ditulis oleh Ihsan Ilahi Zhahir. Demikian pula, mereka juga menuduh sahabat senior semacam Sayyidina Abu Bakr As-Shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan dan Mu'awiyah sebagai berhala. "Kami juga berlepas diri dari empat wanita Aisyah, Hafshah, Hindun, dan Ummul Hakam. Kami juga berlepas diri pula dari semua pendukung dan pengikut mereka. Mereka semua sejelek-jelek makhluk Allah subhanahu wa ta’ala di muka bumi". Demikian tulis Muhammad Baqir Al-Majlisi dalam Haqqul Yaqin hlm. 519. Saking bencinya kepada sahabat, mereka sampai menulis wirid khusus melaknat para sahabat Nabi Muhammad Saw. Ini salah satunya, اللَّهُمَّ صَلِّ عَلىَ مُحَمَّدٍ وَعَلىَ آلِ مُحَمَّدٍ، وَالْعَنْ صَنَمَيْ قُرَيْشٍ وَجِبْتَيْهِمَا وَطَاغُوْتَيْهِمَا وَابْنَتَيْهِمَا Artinya "Ya Allah, semoga shalawat selalu tercurahkan kepada Muhammad dan keluarganya. Laknatlah kedua berhala Quraisy Abu Bakar dan Umar bin Khattab, setan dan thaghut keduanya, serta kedua putri mereka A'isyah dan Ummul Mukminim Hafshah". Kalimat shalawat laknat tersebut bisa Anda baca dalam Al-Khuthuth Al-'Aridhah hlm 18 karangan Muhibbuddin al-Khathib. Mereka tidak meyakini bahwa para sahabat Nabi Muhammad Saw. adalah ibarat bintang penunjuk jalan hidayah, sebagaimana disabdakan oleh beliau, dikutip KH. Sya'roni Ahmadi juga dalam Fara'idus Saniyyah, yang berbunyi أصحابي كالنجوم بأيهم اقتديتم إهتديتم حديث حسن رواه إبن ماجه Artinya "Para sahabatku itu seperti bintang-bintang. Kepada siapapun kalian mengikuti, kalian mendapatkan petunjuk". Hadits hasan HR. Ibnu Majah. [ Keterangan Esai di atas adalah bahan materi keterangan kedua yang dismpaikan penulis dalam rutinan Pengajian Rijalul Ansor GP. Ansor Ranting Desa Ngabul di Masjid Al-Ihsan Krajan-Kalitekuk, malam Jumat Kliwon, 22 Dzulqi'dah 1440/22 Agustus 2019.
AsbabunNuzul, Tafsir, dan relasi Hubungan Internasional Surat Jumuah ayat 9-10 | HI dalam Islam Menurut Tafsir Al-Wasith Hal 652 asababun nuzulnya karena ketika itu nabi Muhammad sedang berkhutbah. (Surah At-Taghabun ayat 18) Dengan demikian tercapailah kebahagiaan dan keuntungan di dunia dan di akhirat. Dianjurkan kepada siapa yang
1. سَبَّحَ لِلَّهِ مَا فِى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَمَا فِى ٱلْأَرْضِ ۖ وَهُوَ ٱلْعَزِيزُ ٱلْحَكِيمُ sabbaḥa lillāhi mā fis-samāwāti wa mā fil-arḍ, wa huwal-azīzul-ḥakīm 1. Telah bertasbih kepada Allah apa yang ada di langit dan bumi; dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. 2. هُوَ ٱلَّذِىٓ أَخْرَجَ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ مِنْ أَهْلِ ٱلْكِتَٰبِ مِن دِيَٰرِهِمْ لِأَوَّلِ ٱلْحَشْرِ ۚ مَا ظَنَنتُمْ أَن يَخْرُجُوا۟ ۖ وَظَنُّوٓا۟ أَنَّهُم مَّانِعَتُهُمْ حُصُونُهُم مِّنَ ٱللَّهِ فَأَتَىٰهُمُ ٱللَّهُ مِنْ حَيْثُ لَمْ يَحْتَسِبُوا۟ ۖ وَقَذَفَ فِى قُلُوبِهِمُ ٱلرُّعْبَ ۚ يُخْرِبُونَ بُيُوتَهُم بِأَيْدِيهِمْ وَأَيْدِى ٱلْمُؤْمِنِينَ فَٱعْتَبِرُوا۟ يَٰٓأُو۟لِى ٱلْأَبْصَٰرِ huwallażī akhrajallażīna kafarụ min ahlil-kitābi min diyārihim li`awwalil-ḥasyr, mā ẓanantum ay yakhrujụ wa ẓannū annahum māni’atuhum ḥuṣụnuhum minallāhi fa atāhumullāhu min ḥaiṡu lam yaḥtasibụ wa qażafa fī qulụbihimur-ru’ba yukhribụna buyụtahum bi`aidīhim wa aidil-mu`minīna fa’tabirụ yā ulil-abṣār 2. Dialah yang mengeluarkan orang-orang kafir di antara ahli kitab dari kampung-kampung mereka pada saat pengusiran yang pertama. Kamu tidak menyangka, bahwa mereka akan keluar dan merekapun yakin, bahwa benteng-benteng mereka dapat mempertahankan mereka dari siksa Allah; maka Allah mendatangkan kepada mereka hukuman dari arah yang tidak mereka sangka-sangka. Dan Allah melemparkan ketakutan dalam hati mereka; mereka memusnahkan rumah-rumah mereka dengan tangan mereka sendiri dan tangan orang-orang mukmin. Maka ambillah kejadian itu untuk menjadi pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai wawasan. 3. وَلَوْلَآ أَن كَتَبَ ٱللَّهُ عَلَيْهِمُ ٱلْجَلَآءَ لَعَذَّبَهُمْ فِى ٱلدُّنْيَا ۖ وَلَهُمْ فِى ٱلْءَاخِرَةِ عَذَابُ ٱلنَّارِ walau lā ang kataballāhu alaihimul-jalā`a la’ażżabahum fid-dun-yā, wa lahum fil-ākhirati ażābun-nār 3. Dan jika tidaklah karena Allah telah menetapkan pengusiran terhadap mereka, benar-benar Allah mengazab mereka di dunia. Dan bagi mereka di akhirat azab neraka. 4. ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ شَآقُّوا۟ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ ۖ وَمَن يُشَآقِّ ٱللَّهَ فَإِنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلْعِقَابِ żālika bi`annahum syāqqullāha wa rasụlahụ wa may yusyāqqillāha fa innallāha syadīdul-iqāb 4. Yang demikian itu adalah karena Sesungguhnya mereka menentang Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa menentang Allah dan Rasul-Nya, Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya. 5. مَا قَطَعْتُم مِّن لِّينَةٍ أَوْ تَرَكْتُمُوهَا قَآئِمَةً عَلَىٰٓ أُصُولِهَا فَبِإِذْنِ ٱللَّهِ وَلِيُخْزِىَ ٱلْفَٰسِقِينَ mā qaṭa’tum mil līnatin au taraktumụhā qā`imatan alā uṣụlihā fa bi`iżnillāhi wa liyukhziyal-fāsiqīn 5. Apa saja yang kamu tebang dari pohon kurma milik orang-orang kafir atau yang kamu biarkan tumbuh berdiri di atas pokoknya, maka semua itu adalah dengan izin Allah; dan karena Dia hendak memberikan kehinaan kepada orang-orang fasik. 6. وَمَآ أَفَآءَ ٱللَّهُ عَلَىٰ رَسُولِهِۦ مِنْهُمْ فَمَآ أَوْجَفْتُمْ عَلَيْهِ مِنْ خَيْلٍ وَلَا رِكَابٍ وَلَٰكِنَّ ٱللَّهَ يُسَلِّطُ رُسُلَهُۥ عَلَىٰ مَن يَشَآءُ ۚ وَٱللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ wa mā afā`allāhu alā rasụlihī min-hum fa mā aujaftum alaihi min khailiw wa lā rikābiw wa lākinnallāha yusalliṭu rusulahụ alā may yasyā`, wallāhu alā kulli syai`ing qadīr 6. Dan apa saja harta rampasan fai-i yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya dari harta benda mereka, maka untuk mendapatkan itu kamu tidak mengerahkan seekor kudapun dan tidak pula seekor untapun, tetapi Allah yang memberikan kekuasaan kepada Rasul-Nya terhadap apa saja yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. 7. مَّآ أَفَآءَ ٱللَّهُ عَلَىٰ رَسُولِهِۦ مِنْ أَهْلِ ٱلْقُرَىٰ فَلِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِى ٱلْقُرْبَىٰ وَٱلْيَتَٰمَىٰ وَٱلْمَسَٰكِينِ وَٱبْنِ ٱلسَّبِيلِ كَىْ لَا يَكُونَ دُولَةًۢ بَيْنَ ٱلْأَغْنِيَآءِ مِنكُمْ ۚ وَمَآ ءَاتَىٰكُمُ ٱلرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَىٰكُمْ عَنْهُ فَٱنتَهُوا۟ ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۖ إِنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلْعِقَابِ mā afā`allāhu alā rasụlihī min ahlil-qurā fa lillāhi wa lir-rasụli wa liżil-qurbā wal-yatāmā wal-masākīni wabnis-sabīli kai lā yakụna dụlatam bainal-agniyā`i mingkum, wa mā ātākumur-rasụlu fa khużụhu wa mā nahākum an-hu fantahụ, wattaqullāh, innallāha syadīdul-iqāb 7. Apa saja harta rampasan fai-i yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya dari harta benda yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya. 8. لِلْفُقَرَآءِ ٱلْمُهَٰجِرِينَ ٱلَّذِينَ أُخْرِجُوا۟ مِن دِيَٰرِهِمْ وَأَمْوَٰلِهِمْ يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِّنَ ٱللَّهِ وَرِضْوَٰنًا وَيَنصُرُونَ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥٓ ۚ أُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلصَّٰدِقُونَ lil-fuqarā`il-muhājirīnallażīna ukhrijụ min diyārihim wa amwālihim yabtagụna faḍlam minallāhi wa riḍwānaw wa yanṣurụnallāha wa rasụlah, ulā`ika humuṣ-ṣādiqụn 8. Juga bagi orang fakir yang berhijrah yang diusir dari kampung halaman dan dari harta benda mereka karena mencari karunia dari Allah dan keridhaan-Nya dan mereka menolong Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang benar. 9. وَٱلَّذِينَ تَبَوَّءُو ٱلدَّارَ وَٱلْإِيمَٰنَ مِن قَبْلِهِمْ يُحِبُّونَ مَنْ هَاجَرَ إِلَيْهِمْ وَلَا يَجِدُونَ فِى صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِّمَّآ أُوتُوا۟ وَيُؤْثِرُونَ عَلَىٰٓ أَنفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ ۚ وَمَن يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِۦ فَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْمُفْلِحُونَ wallażīna tabawwa`ud-dāra wal-īmāna ming qablihim yuḥibbụna man hājara ilaihim wa lā yajidụna fī ṣudụrihim ḥājatam mimmā ụtụ wa yu`ṡirụna alā anfusihim walau kāna bihim khaṣāṣah, wa may yụqa syuḥḥa nafsihī fa ulā`ika humul-mufliḥụn 9. Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman Anshor sebelum kedatangan mereka Muhajirin, mereka Anshor mencintai’ orang yang berhijrah kepada mereka Muhajirin. Dan mereka Anshor tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka Muhajirin; dan mereka mengutamakan orang-orang Muhajirin, atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang beruntung 10. وَٱلَّذِينَ جَآءُو مِنۢ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا ٱغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَٰنِنَا ٱلَّذِينَ سَبَقُونَا بِٱلْإِيمَٰنِ وَلَا تَجْعَلْ فِى قُلُوبِنَا غِلًّا لِّلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ رَبَّنَآ إِنَّكَ رَءُوفٌ رَّحِيمٌ wallażīna jā`ụ mim ba’dihim yaqụlụna rabbanagfir lanā wa li`ikhwāninallażīna sabaqụnā bil-īmāni wa lā taj’al fī qulụbinā gillal lillażīna āmanụ rabbanā innaka ra`ụfur raḥīm 10. Dan orang-orang yang datang sesudah mereka Muhajirin dan Anshor, mereka berdoa “Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang”. 11. ۞ أَلَمْ تَرَ إِلَى ٱلَّذِينَ نَافَقُوا۟ يَقُولُونَ لِإِخْوَٰنِهِمُ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ مِنْ أَهْلِ ٱلْكِتَٰبِ لَئِنْ أُخْرِجْتُمْ لَنَخْرُجَنَّ مَعَكُمْ وَلَا نُطِيعُ فِيكُمْ أَحَدًا أَبَدًا وَإِن قُوتِلْتُمْ لَنَنصُرَنَّكُمْ وَٱللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّهُمْ لَكَٰذِبُونَ a lam tara ilallażīna nāfaqụ yaqụlụna li`ikhwānihimullażīna kafarụ min ahlil-kitābi la`in ukhrijtum lanakhrujanna ma’akum wa lā nuṭī’u fīkum aḥadan abadaw wa ing qụtiltum lananṣurannakum, wallāhu yasy-hadu innahum lakāżibụn 11. Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang munafik yang berkata kepada saudara-saudara mereka yang kafir di antara ahli kitab “Sesungguhnya jika kamu diusir niscaya kamipun akan keluar bersamamu; dan kami selama-lamanya tidak akan patuh kepada siapapun untuk menyusahkan kamu, dan jika kamu diperangi pasti kami akan membantu kamu”. Dan Allah menyaksikan bahwa Sesungguhnya mereka benar-benar pendusta. 12. لَئِنْ أُخْرِجُوا۟ لَا يَخْرُجُونَ مَعَهُمْ وَلَئِن قُوتِلُوا۟ لَا يَنصُرُونَهُمْ وَلَئِن نَّصَرُوهُمْ لَيُوَلُّنَّ ٱلْأَدْبَٰرَ ثُمَّ لَا يُنصَرُونَ la`in ukhrijụ lā yakhrujụna ma’ahum, wa la`ing qụtilụ lā yanṣurụnahum, wa la`in naṣarụhum layuwallunnal-adbāra ṡumma lā yunṣarụn 12. Sesungguhnya jika mereka diusir, orang-orang munafik itu tidak akan keluar bersama mereka, dan sesungguhnya jika mereka diperangi, niscaya mereka tidak akan menolongnya; sesungguhnya jika mereka menolongnya, niscaya mereka akan berpaling lari ke belakang; kemudian mereka tidak akan mendapat pertolongan. 13. لَأَنتُمْ أَشَدُّ رَهْبَةً فِى صُدُورِهِم مِّنَ ٱللَّهِ ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَّا يَفْقَهُونَ la`antum asyaddu rahbatan fī ṣudụrihim minallāh, żālika bi`annahum qaumul lā yafqahụn 13. Sesungguhnya kamu dalam hati mereka lebih ditakuti daripada Allah. Yang demikian itu karena mereka adalah kaum yang tidak mengerti. 14. لَا يُقَٰتِلُونَكُمْ جَمِيعًا إِلَّا فِى قُرًى مُّحَصَّنَةٍ أَوْ مِن وَرَآءِ جُدُرٍۭ ۚ بَأْسُهُم بَيْنَهُمْ شَدِيدٌ ۚ تَحْسَبُهُمْ جَمِيعًا وَقُلُوبُهُمْ شَتَّىٰ ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَّا يَعْقِلُونَ lā yuqātilụnakum jamī’an illā fī quram muḥaṣṣanatin au miw warā`i judur, ba`suhum bainahum syadīd, taḥsabuhum jamī’aw wa qulụbuhum syattā, żālika bi`annahum qaumul lā ya’qilụn 14. Mereka tidak akan memerangi kamu dalam keadaan bersatu padu, kecuali dalam kampung-kampung yang berbenteng atau di balik tembok. Permusuhan antara sesama mereka adalah sangat hebat. Kamu kira mereka itu bersatu, sedang hati mereka berpecah belah. Yang demikian itu karena sesungguhnya mereka adalah kaum yang tidak mengerti. 15. كَمَثَلِ ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ قَرِيبًا ۖ ذَاقُوا۟ وَبَالَ أَمْرِهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ kamaṡalillażīna ming qablihim qarīban żāqụ wa bāla amrihim, wa lahum ażābun alīm 15. Mereka adalah seperti orang-orang Yahudi yang belum lama sebelum mereka telah merasai akibat buruk dari perbuatan mereka, dan bagi mereka azab yang pedih. 16. كَمَثَلِ ٱلشَّيْطَٰنِ إِذْ قَالَ لِلْإِنسَٰنِ ٱكْفُرْ فَلَمَّا كَفَرَ قَالَ إِنِّى بَرِىٓءٌ مِّنكَ إِنِّىٓ أَخَافُ ٱللَّهَ رَبَّ ٱلْعَٰلَمِينَ kamaṡalisy-syaiṭāni iż qāla lil-insānikfur, fa lammā kafara qāla innī barī`um mingka innī akhāfullāha rabbal-ālamīn 16. Bujukan orang-orang munafik itu adalah seperti bujukan shaitan ketika dia berkata kepada manusia “Kafirlah kamu”, maka tatkala manusia itu telah kafir, maka ia berkata “Sesungguhnya aku berlepas diri dari kamu, karena sesungguhnya aku takut kepada Allah, Rabb semesta Alam”. 17. فَكَانَ عَٰقِبَتَهُمَآ أَنَّهُمَا فِى ٱلنَّارِ خَٰلِدَيْنِ فِيهَا ۚ وَذَٰلِكَ جَزَٰٓؤُا۟ ٱلظَّٰلِمِينَ fa kāna āqibatahumā annahumā fin-nāri khālidaini fīhā, wa żālika jazā`uẓ-ẓālimīn 17. Maka adalah kesudahan keduanya, bahwa sesungguhnya keduanya masuk ke dalam neraka, mereka kekal di dalamnya. Demikianlah balasan orang-orang yang zalim. 18. يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرٌۢ بِمَا تَعْمَلُونَ yā ayyuhallażīna āmanuttaqullāha waltanẓur nafsum mā qaddamat ligad, wattaqullāh, innallāha khabīrum bimā ta’malụn 18. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok akhirat; dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. 19. وَلَا تَكُونُوا۟ كَٱلَّذِينَ نَسُوا۟ ٱللَّهَ فَأَنسَىٰهُمْ أَنفُسَهُمْ ۚ أُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْفَٰسِقُونَ wa lā takụnụ kallażīna nasullāha fa ansāhum anfusahum, ulā`ika humul-fāsiqụn 19. Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik. 20. لَا يَسْتَوِىٓ أَصْحَٰبُ ٱلنَّارِ وَأَصْحَٰبُ ٱلْجَنَّةِ ۚ أَصْحَٰبُ ٱلْجَنَّةِ هُمُ ٱلْفَآئِزُونَ lā yastawī aṣ-ḥābun-nāri wa aṣ-ḥābul-jannah, aṣ-ḥābul-jannati humul-fā`izụn 20. Tidaklah sama penghuni-penghuni neraka dengan penghuni-penghuni jannah; penghuni-penghuni jannah itulah orang-orang yang beruntung. 21. لَوْ أَنزَلْنَا هَٰذَا ٱلْقُرْءَانَ عَلَىٰ جَبَلٍ لَّرَأَيْتَهُۥ خَٰشِعًا مُّتَصَدِّعًا مِّنْ خَشْيَةِ ٱللَّهِ ۚ وَتِلْكَ ٱلْأَمْثَٰلُ نَضْرِبُهَا لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ lau anzalnā hāżal-qur`āna alā jabalil lara`aitahụ khāsyi’am mutaṣaddi’am min khasy-yatillāh, wa tilkal-amṡālu naḍribuhā lin-nāsi la’allahum yatafakkarụn 21. Kalau sekiranya Kami turunkan Al-Quran ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan ketakutannya kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berfikir. 22. هُوَ ٱللَّهُ ٱلَّذِى لَآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ۖ عَٰلِمُ ٱلْغَيْبِ وَٱلشَّهَٰدَةِ ۖ هُوَ ٱلرَّحْمَٰنُ ٱلرَّحِيمُ huwallāhullażī lā ilāha illā huw, ālimul-gaibi wasy-syahādah, huwar-raḥmānur-raḥīm 22. Dialah Allah Yang tiada Tuhan selain Dia, Yang Mengetahui yang ghaib dan yang nyata, Dialah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. 23. هُوَ ٱللَّهُ ٱلَّذِى لَآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ٱلْمَلِكُ ٱلْقُدُّوسُ ٱلسَّلَٰمُ ٱلْمُؤْمِنُ ٱلْمُهَيْمِنُ ٱلْعَزِيزُ ٱلْجَبَّارُ ٱلْمُتَكَبِّرُ ۚ سُبْحَٰنَ ٱللَّهِ عَمَّا يُشْرِكُونَ huwallāhullażī lā ilāha illā huw, al-malikul-quddụsus-salāmul-mu`minul-muhaiminul-azīzul-jabbārul-mutakabbir, sub-ḥānallāhi ammā yusyrikụn 23. Dialah Allah Yang tiada Tuhan selain Dia, Raja, Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang Mengaruniakan Keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang Memiliki segala Keagungan, Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan. 24. هُوَ ٱللَّهُ ٱلْخَٰلِقُ ٱلْبَارِئُ ٱلْمُصَوِّرُ ۖ لَهُ ٱلْأَسْمَآءُ ٱلْحُسْنَىٰ ۚ يُسَبِّحُ لَهُۥ مَا فِى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ ۖ وَهُوَ ٱلْعَزِيزُ ٱلْحَكِيمُ huwallāhul-khāliqul-bāri`ul-muṣawwiru lahul-asmā`ul-ḥusnā, yusabbiḥu lahụ mā fis-samāwāti wal-arḍ, wa huwal-azīzul-ḥakīm 24. Dialah Allah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, Yang Mempunyai Asmaaul Husna. Bertasbih kepada-Nya apa yang di langit dan bumi. Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Asbabun Nuzul dan Tafsir Surah Al-Hasyr Surat Al-Hasyr adalah surat madaniyyah dengan kesepakatan para ulama[1] dan surat ini berkisah tentang pengusiran Bani Nadhir dari kota Madinah dimana mereka terusir dari kota Madinah ke Khaibar. Adapun penamaan surat ini maka para ulama menjelaskan bahwa surat ini memiliki dua nama yaitu Surat Al-Hasyr dan Surat Bani Nadhir. Demikianlah Ibnu Abbas yang menamakan surat ini dengan nama yang kedua tersebut dimana beliau berkata قُلْ سُوْرَةُ النَّضِيْرِ “Katakanlah Surat Bani Nadhir” [2] “Al-Hasyr” sendiri maknanya adalah pengusiran dan surat ini dinamakan demikian karena memang menceritakan tentang pengusiran Yahudi Bani Nadhir. Keutamaan surat ini terdapat dalam beberapa hadits, di antaranya adalah riwayat Ibnu Abbas عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ “مَنْ قَرَأَ سُوْرَةَ الْحَشْرِ لَمْ يَبْقَ جَنَّةٌ وَلَا نَارٌ وَلَا عَرْشٌ وَلَا كُرْسِيٌّ وَلَا حِجَابٌ وَلَا السَّمَاوَاتُ السَّبْعُ وَالْأَرَضُوْنَ السَّبْعُ وَالْهَوَامُّ وَالرِّيْحُ وَالطَّيْرُ وَالشَّجَرُ وَالدَّوَابُّ وَالْجِبَالُ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ وَالْمَلَائِكَةُ إِلَّا صَلَّوْا عَلَيْهِ وَاسْتَغْفَرُوْا لَهُ فَإِنْ مَاتَ مِنْ يَوْمِهِ أَوْ لَيْلَتِهِ مَاتَ شَهِيْدًا” Dari Ibnu Abbas, ia berkata Nabi ﷺ bersabda “Barangsiapa yang membaca surat Al-Hasyr maka tidaklah tersisa satu makhluk pun, baik surga, neraka, arsy, kursiy, hijab, langit yang tujuh, bumi yang tujuh, serangga-serangga, angin, burung-burung, pepohonan, hewan-hewan, gunung-gunung, matahari, bulan dan para malaikat melainkan semuanya akan bershalawat kepadanya dan memintakan ampunan baginya dan jika ia meninggal pada hari itu atau pada malam itu niscaya akan dituliskan baginya sebagai mati syahid”[3] Namun hadits ini adalah hadits yang dha’if. Demikian pula ada hadits dha’if yang lainnya dari Anas bin Malik عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ “مَنْ قَرَأَ آخِرَ سُوْرَةِ الْحَشْرِ ” لَوْ أَنْزَلْنَا هَذَا الْقُرْآنَ عَلَى جَبَلٍ …” إِلَى آخِرِهَا- فَمَاتَ مِنْ لَيْلَتِهِ مَاتَ شَهِيْدًا” Dari Anas bin Malik, ia berkata Nabi ﷺ bersabda “ Barangsiapa yang membaca akhir dari surat Al-Hasyr dari ayat “Seandainya Kami turunkan Al-Quran ini kepada gunung…” hingga akhir surat lalu ia mati pada hari tersebut maka ia mati dalam keadaan syahid”[4], Demikian juga dalam hadits dho’if yang lain Nabi ﷺ juga bersabda “مَنْ قَالَ حِينَ يُصْبِحُ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ أَعُوذُ بِاللَّهِ السَّمِيعِ الْعَلِيمِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ وَقَرَأَ ثَلَاثَ آيَاتٍ مِنْ آخِرِ سُورَةِ الْحَشْرِ وَكَّلَ اللَّهُ بِهِ سَبْعِينَ الْفَ مَلَكٍ يُصَلُّونَ عَلَيْهِ حَتَّى يُمْسِيَ وَإِنْ مَاتَ فِي يَوْمِهِ مَاتَ شَهِيدًا وَمَنْ قَرَأَهَا حِينَ يُمْسِي فَكَذَلِكَ” “Barangsiapa yang mengucapkan ketika di pagi hari sebanyak tiga kali “Aku berlindung kepada Allah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui dari godaan syetan yang terkutuk lalu membaca tiga ayat terakhir Surat Al-Hasyr maka Allah akan mewakilkan untuknya tujuh puluh ribu malaikat yang bershalawat berdoa untuknya hingga sore hari dan jika ia meninggal pada hari itu maka meninggal dalam keadaan mati syahid, dan barangsiapa yang membaca ketika sore hari juga akan mendapatkan balasan demikian”[5] Oleh karena itu semua dalil yang berbicara tentang keutamaan membaca Surat Al-Hasyr semuanya adalah hadits yang dha’if. Akan tetapi secara umum surat ini tetap dikatakan mulia karena ia merupakan bagian dari ayat-ayat Al-Quran dan berlaku baginya keumuman hadits Nabi ﷺ مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللهِ فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ، وَالحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا “Barangsiapa yang membaca satu huruf dari Al-Quran maka ia akan mendapatkan satu kebaikan dan satu kebaikan dilipat-gandakan menjadi sepuluh kebaikan…”.[6] dapun sebab nuzul dari ayat ini adalah tentang kisah pengusiran Bani Nadhir, Nabi ﷺ ketika datang ke Madinah disana telah ada 3 suku besar dari kalangan Yahudi Yang pertama adalah Bani Qainuqa’, yang kedua adalah Bani Nadhir dan yang ketiga adalah Bani Quraizhah yang mereka merupakan Yahudi yang berbeda jalur keturunan, sebagaimana telah diketahui bahwa Yahudi memiliki dua belas “Asbath” yakni jalur keturunan dan di antaranya adalah Bani Qainuqa’, Bani Nadhir dan Bani Quraizhah namun mereka semua sama-sama merupakan keturunan Yahudi. Barangkali ada yang bertanya-tanya mengapa mereka tidak bergabung saja? Maka jawabannya memang mereka tidak bergabung karena mereka berbeda suku namun tetap mereka sama-sama keturunan Yahudi. Tatkala Nabi ﷺ datang ke kota Madinah maka Nabi ﷺ membuat perjanjian dengan Yahudi yang dikenal sebagai “Watsiqatul-Madinah” atau disebut juga sebagai Piagam kota Madinah yang di dalam piagam tersebut terdapat kesepakatan antara penduduk kota Madinah yang isinya menyatakan kesepakatan mereka baik itu kaum muslimin, kaum musyrikin maupun kaum Yahudi untuk membela negeri tersebut. Jika ada yang menyerang dari luar maka mereka harus bersama-sama berinfak dan berjuang untuk melawan musuh tersebut dan mempertahankan kota tersebut. Hal ini disepakati oleh semuanya termasuk orang-orang Yahudi sehingga Nabi ﷺ hidup bersama orang-orang Yahudi dengan menghormati kondisi mereka, para orang Yahudi pun tetap menjalankan ibadah mereka sebagai orang Yahudi dan tidak diganggu oleh Nabi ﷺ dan beliau hanya mendakwahkan mereka agar mereka masuk Islam namun beliau tidak pernah melarang mereka untuk beribadah sesuai dengan ajaran agama mereka. Nabi ﷺ berinteraksi dengan mereka, berjual-beli dengan mereka. Bahkan disana terdapat pasar yang bernama Pasar Bani Qainuqa’, dan biasa terjadi jual-beli disana dengan kaum muslimin. Hiduplah orang-orang Yahudi disana berdampingan dengan kaum muslimin di kota Madinah, namun akhirnya mereka yakni orang-orang Yahudi tersebut berkhianat. Dan yang pertama kali berkhianat adalah Bani Qainuqa’, dimana mereka berkhianat dan membatalkan perjanjian damai dengan Nabi ﷺ sehingga mereka diusir dari kota Madinah oleh Rasulullah ﷺ sehingga merekalah yang pertama keluar dari kota Madinah. Pada tahun 2 Hijriyah terjadi perang Badar dan ketika itu kaum muslimin menang sehingga orang-orang Yahudi semakin percaya bahwa dia inilah Nabi yang kita tunggu-tunggu kehadirannya, buktinya adalah beliau berhasil memenangkan perang Badar karena alasan Yahudi tinggal di kota Madinah adalah karena mereka menunggu kedatangan Nabi yang terakhir, mereka sengaja tinggal di kota tersebut karena telah mengetahui hal ini, Allah berfirman tentang keadaan mereka يَعْرِفُونَهُ كَمَا يَعْرِفُونَ أَبْنَاءَهُمْ “Mereka orang-orang Yahudi mengenalinya Nabiﷺ sebagaimana mereka mengenali anak-anak mereka sendiri” QS Al-Baqarah 146. Maka orang-orang Yahudi adalah orang-orang yang memiliki pengetahuan yang mendetail tentang Nabi ﷺ seperti pengetahuan terhadap anak sendiri saking mendetailnya pengetahuan mereka. Bahkan mereka telah mengetahui dimana Nabi tersebut akan berhijrah sehingga mereka memilih kota Madinah sambil menunggu kedatangan Nabi terakhir untuk berhijrah. Namun ketika Nabi ﷺ telah berhijrah kesana, mereka tidak beriman kepada Nabi ﷺ karena ternyata Muhammad bukan dari kalangan Bani Isra’il dan ternyata beliau berasal dari bangsa Arab sementara orang-orang Yahudi adalah orang-orang yang fanatik dengan suku mereka, sedangkan keyakinan mereka adalah mereka saja suku yang diakui oleh Allah Ta’ala, adapun orang-orang selain mereka maka tidak ada yang diakui oleh Allah Ta’ala dan akan memasuki neraka Jahanam, seperti inilah keyakinan orang-orang Yahudi. Maka ketika keluar seorang Nabi terakhir tersebut mereka terpukul karena ternyata Nabi terakhir tersebut dari bangsa Arab. Setelah selesai perang Badar yang dimenangkan oleh Nabi ﷺ maka Yahudi semakin yakin bahwa ini adalah Nabi yang ditunggu-tunggu namun tetap saja mereka tidak mau beriman. Ketika terjadi perang Uhud pada tahun ke 3 Hijriyah dimana Nabi ﷺ dan kaum muslimin mengalami kekalahan bahkan sampai 72 orang Sahabat yang mati syahid di jalan Allah maka banyak orang-orang Yahudi yang mulai berani menggangu Nabi ﷺ, pikir mereka sebagaimana Muhammad bisa kalah dari suku Quraisy maka ada kemungkinan kita bisa mengalahkannya bahkan memang pernah terjadi di kalangan Nabi-Nabi Bani Isra’il terdahulu ada yang berhasil dibunuh, Allah sebutkan dalam Al-Quran di antara keburukan orang-orang Yahudi وَقَتْلِهِمُ الْأَنْبِيَاءَ بِغَيْرِ حَقٍّ “Dan mereka Yahudi membunuh para Nabi dengan tanpa hak” QS An-Nisa 155. Jikalau ada Nabi yang tidak sesuai dengan hawa nafsu mereka maka mereka akan membunuh Nabi tersebut. أَفَكُلَّمَا جَاءَكُمْ رَسُولٌ بِمَا لَا تَهْوَى أَنْفُسُكُمُ اسْتَكْبَرْتُمْ فَفَرِيقًا كَذَّبْتُمْ وَفَرِيقًا تَقْتُلُونَ Apakah setiap datang kepadamu seorang rasul membawa sesuatu pelajaran yang tidak sesuai dengan keinginanmu lalu kamu menyombong; maka beberapa orang diantara mereka kamu dustakan dan beberapa orang yang lain kamu bunuh QS Al-Baqoroh 87 Begitu pula dengan Nabi Muhammad ﷺ, meksipun yahudi mengetahui bahwa beliau memang Nabi terakhir akan tetapi masih ada kemungkinan dia kalah dan ada kemungkinan ia mati meskipun Yahudi memang benar-benar telah mengetahui bahwa ia adalah Nabi. Demikianlah spekulasi orang-orang Yahudi, mereka berpikir bahwa beliau memang Nabi namun masih ada kemungkinan kalah buktinya adalah beliau kalah pada perang Uhud, dan mungkin saja mereka berhasil membunuhnya karena nyatanya di antara Nabi-nabi terdahulu ada juga Nabi-nabi yang berhasil dibunuh. Adapun perkara akhirat maka itu nanti urusan mereka dengan Allah, pokoknya mereka tidak mau beriman dengan Nabi ini. Orang-orang Yahudi memiliki keyakinan bahwa mereka pasti masuk surga walaupun tanpa beriman dengan Muhammad ﷺ dan hasad mereka sungguh luar biasa kepada kaum muslimin. Ummul mukminin Shofiyyah binti Huyay radhiallahu ánhaa yang ayah beliau Huyay bin Akthob adalah kepala suku bani Nadhiir pernah berkata وَسَمِعْتُ عَمِّي أَبَا يَاسِرٍ، وَهُوَ يَقُولُ لِأَبِي حُيَيِّ بْنِ أَخْطَبَ أَهُوَ هُوَ؟ قَالَ نَعَمْ وَاَللَّهِ، قَالَ أَتَعْرِفُهُ وَتُثْبِتُهُ؟ قَالَ نَعَمْ، قَالَ فَمَا فِي نَفْسِكَ مِنْهُ؟ قَالَ عَدَاوَتُهُ وَاَللَّهِ مَا بَقِيتُ “Dan aku mendengar Abu Yasir pamanku berkata kepada Huyay bin Akhthob, “Apakah Muhammad itu adalah nabi yang kita tunggu-tunggu?”. Ayahku berkata, “Iya, demi Allah”. Pamanku berkata, “Apakah engkau sudah mengenalnya dan sudah memastikannya?”. Ayahku berkata, “Iya”. Pamanku berkata, “Bagaimana sikapmu terhadapnya?”. Ayahku berkata, “Memusuhinya, demi Allah selama hidupku” [7] Maka orang-orang Yahudi mulai berani mengganggu Nabi ﷺ hingga terjadi suatu kejadian “Bi`ir Ma’unah” sumur Ma’unah tatkala ada 70 orang Sahabat yang dipanggil untuk mengajar Al-Quran ternyata yang memanggil tersebut berkhianat dan berujung para Sahabat yang dipanggil tersebut akhirnya dibunuh. Ketika itu ada 1 orang yang sempat lolos dari pembunuhan tersebut yaitu Amr bin Umayyah Adh-Dhamariy, beliau berhasil kabur dan kembali ke kota Madinah. Ketika di perjalanan ia bertemu dengan dua orang kafir dari Bani Amr atau Bani Amir dan kedua orang kafir ini telah memiliki perjanjian damai dengan Nabi ﷺ. Akhirnya sahabat tersebut bertemu dengan dua orang kafir ini, maka ketika kedua orang kafir ini tertidur ia membunuh keduanya karena ia menyangka bahwa kedua orang ini termasuk dari golongan orang-orang yang telah membunuh 70 Sahabat tadi. Lalu sahabat ini sampai di kota Madinah, ia pun melaporkan kejadian tersebut kepada Nabi ﷺ bahwasanya dia telah membunuh dua orang kafir namun Nabi ﷺ kemudian menegur sahabat tersebut bahwasanya kedua orang tersebut telah memiliki perjanjian damai dengan beliau dan tidak boleh untuk dibunuh karena meskipun mereka kafir akan tetapi mereka dari golongan kafir “mu’aahad” yang tidak boleh dibunuh yakni orang kafir yang telah memiliki perjanjian damai dengan kaum muslimin, adapun kafir yang boleh dibunuh hanyalah kafir “harbiy”. Akhirnya Nabi ﷺ memutuskan untuk membayar diyat dua orang kafir yang terbunuh tersebut. Kabar wafatnya dua orang kafir tersebut sampai kepada suku mereka. Ketika Nabi ﷺ ingin membayarkan diyatnya sedangkan beliau dalam keadaan tidak memiliki harta, maka Nabi ﷺ ingin agar Bani Nadhir membantu membayarkan diyat dua orang yang terbunuh tadi. Hal ini karena keadaan Bani Nadhir yang memiliki banyak harta, bahkan mereka memiliki beberapa benteng dan mereka pun memiliki banyak kebun kurma. Lalu Nabi ﷺ pun menemui Bani Nadhir untuk meminta bantuan. Akan tetapi ketika Nabi ﷺ hendak datang kepada mereka untuk meminta bantuan dalam membayar diyat, orang-orang Yahudi tersebut ternyata sebalumnya telah rapat dan mereka bersepakat untuk membunuh Nabi ﷺ dengan cara menyiapkan satu orang untuk membawa “rahaa” yakni alat untuk menggiling gandum yang terbuat dari batu. Orang tersebut dipersiapkan di bagian atas rumah untuk melemparkan “rahaa” batu penggilingan ke arah Nabi ﷺ sehingga beliau mati. Lalu datanglah Nabi ﷺ namun rencana busuk pembunuhan tersebut digagalkan oleh Jibril, sehingga Nabi ﷺ pun tidak jadi meminta bantuan dari mereka bahkan beliau bersiap untuk menyerang mereka karena mereka telah membatalkan perjanjian dengan rencana pembunuhan tersebut. Lalu Nabi ﷺ datang menyerang mereka dengan membawa pasukan lengkap. Ketika Nabi ﷺ datang mereka ketakutan dan masuk ke dalam benteng-benteng mereka dan mereka ingin kembali berdamai dengan Nabi ﷺ, namun ternyata Nabi ﷺ memberikan mereka tempo selama sepuluh hari agar mereka keluar, jikalau mereka tidak keluar maka mereka akan diperangi. Ketika mereka telah bersikap untuk keluar dari kota Madinah, datanglah orang-orang munafik yang diketuai oleh Abdullah bin Ubay bin Salul menemui orang-orang Yahudi dan membujuk mereka agar tidak keluar dari kota Madinah dan mengatakan bahwa orang-orang munafik ini berjumlah sekitar dua ribu orang atau bahkan lebih. Orang-orang munafik berjanji akan membantu mereka dan mereka mengajak untuk melawan Nabi ﷺ dan pasukannnya. Kaum munafik berkata, “Jikalau kalian berperang niscaya kami akan perang bersama kalian dan kalaulah kalian terusir maka kami pun akan ikut terusir bersama kalian”. Demikian bujuk orang-orang munafik dan perkataan orang-orang munafik ini Allah abadikan di akhir Surat Al-Hasyr dimana mereka berkata manis di hadapan orang-orang Yahudi. Ketika orang-orang Yahudi mendengar janji yang diucapkan oleh orang-orang munafik maka orang-orang Yahudi pun bertahan di kota Madinah dan mereka bersikap untuk perang. Mulailah terjadi awal peperangan antara Yahudi melawan Nabi ﷺ dan Nabi ﷺ mulai menyerang mereka dengan membakar kebun-kebun kurma orang Yahudi dan mereka pun menjadi ketakutan. Akhirnya mereka menyerah dengan cara mengirimkan surat kepada Nabi ﷺ dan urunglah terjadi peperangan karena memang Allah lemparkan rasa takut di dalam diri mereka di awal peperangan sehingga Nabi ﷺ pun mengusir mereka. Karenanya surat yang menceritakan peristiwa ini disebut dengan al-Hasyr, karena “al-Hasyr” artinya adalah pengusiran. Intinya Yahudi bani Nadhiir pun akhirnya terusir dari kota Madinah, sebagian mereka mengungsi ke Syam dan sebagian lagi pergi ke Khaibar. Di antara yang pergi ke Khaibar adalah Huyay bin Akhthob yang merupakan ayah dari Shafiyyah sekaligus pemimpin dari bani Nadhiir. Karenanya Shofiyyah disebutkan dalam biografi beliau dengan Shafiyyah bintu Huyay An-Nadhiriyyah yang menunjukkan bahwa beliau dari kabilah Bani Nadhir. Ketika mereka keluar dari kota Madinah Nabi ﷺ mengizinkan mereka untuk membawa barang-barang mereka yang bisa dibawa satu ekor unta. Mereka diperbolehkan untuk membawa apa saja apakah berwujud emas atau perak atau benda-benda lainnya selain senjata. Dan tiap keluarga hanya diperbolehkan membawa bawaan pikulan satu ekor unta. Saat pengusiran tersebut mereka membawa apa yang bisa dibawa bahkan mereka membongkar rumah-rumah mereka agar bisa dibawa kayu-kayunya bersama mereka dan membuat rumah yang baru dan mereka pikulkan di atas unta-unta mereka dan mereka pun pergi meninggalkan kota Madinah. Inilah sebab nuzul dari Surat Al-Hasyr yang maknanya adalah “Pengusiran” karena berisi tentang pengusiran Bani Nadhir dari kota Madinah dan dinamakan juga sebagai Surat Bani Nadhir. [8] ______________ Footnote [1] Tafsir Al-Qurthubiy 18/ 1. [2] HR Al-Bukhari no 4029 dan Ats-Tsa’labiy dalam Tafsirnya 9/ 266 dan disebutkan oleh Imam Al-Qurthubiy dalam tafsirnya 18/ 1. [3] Atsar ini diriwayatkan oleh Ats-Tsa’labiy dalam Tafsirnya 9/ 266 dan disebutkan oleh Imam Al-Qurthubiy dalam tafsirnya 18/ 1. [4] Atsar ini diriwayatkan oleh Ats-Tsa’labiy dalam Tafsirnya 9/ 289 dan disebutkan oleh Imam Al-Qurthubiy dalam tafsirnya 18/ 49. [5] HR Ahmad dalam Musnadnya no 20306, Ad-Darimiy dalam Sunannya no 3468, At-Tirmidziy dalam Sunannya no 2922 dan beliau berkata, “Hadits ini gharib, kami tidak mengetahui kecuali dari jalan ini”, dan disebutkan oleh Ats-Tsa’labiy dalam Tafsirnya 9/ 289 . Sanadnya dha’if karena adanya rawi yang bernama Khalid bin Thahman, ia didha’ifkan oleh Imam Yahya bin Ma’in. [6] HR At-Tirmidziy dalam Sunannya no 2910 dan beliau berkata Hadits hasan shahih gharib dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albaniy, beliau berkata dalam Silsilah Shahihah no 660 sanadnya jayyid . [7] Siroh Ibni Hisyaam 1/519 dari Muhammad bin Ishaaq dalam sirahnya, dan dari jalur Muhammad bin Ishaaq Abu Nuáim Dalail an-Nubuwwah no 37 dan Al-Baihaqi Dalaail an-Nubuwwah 2/533 meriwayatkan. Sanadnya dikatakan kuat oleh As-Shouyani dalam kitabnya As-Shahih min Ahaadiits As-Siirah an-Nabawiyah hal 170 karena ada syahidnya dari jalan Ibnu Syihab Az-Zuhri di Dalaail An-Nubuwwah, al-Baihaqi 2/532. [8] Lihat Tafsir Ath-Thabariy 23/ 259, Tafsir Ibnu Katsir 8/ 57-58 dan Tafsir Ibnu Asyur 28/ 66-68.
DanAllah menyaksikan bahwa sesungguhnya mereka benar-benar pendusta. (Al-Hasyr: 11) Yakni benar-benar pendusta dalam janji mereka. Ini dikatakan oleh mereka barangkali karena hanya sebagai basa-basi saja karena sudah sejak semula mereka berniat tidak akan memenuhinya. Atau barangkali mereka merasa bahwa apa yang mereka katakan itu tidak mampu
وَالَّذِيْنَ تَبَوَّءُو الدَّارَ وَالْاِيْمَانَ مِنْ قَبْلِهِمْ يُحِبُّوْنَ مَنْ هَاجَرَ اِلَيْهِمْ وَلَا يَجِدُوْنَ فِيْ صُدُوْرِهِمْ حَاجَةً مِّمَّآ اُوْتُوْا وَيُؤْثِرُوْنَ عَلٰٓى اَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ ۗوَمَنْ يُّوْقَ شُحَّ نَفْسِهٖ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَۚ ﴿٩﴾ wallażīna tabawwa`ud-dāra wal-īmāna ming qablihim yuḥibbụna man hājara ilaihim wa lā yajidụna fī ṣudụrihim ḥājatam mimmā ụtụ wa yu`ṡirụna 'alā anfusihim walau kāna bihim khaṣāṣah, wa may yụqa syuḥḥa nafsihī fa ulā`ika humul-mufliḥụnDan orang-orang Ansar yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman sebelum kedatangan mereka Muhajirin, mereka mencintai orang yang berhijrah ke tempat mereka. Dan mereka tidak menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa yang diberikan kepada mereka Muhajirin; dan mereka mengutamakan Muhajirin, atas dirinya sendiri, meskipun mereka juga memerlukan. Dan siapa yang dijaga dirinya dari kekikiran, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung. 9Ibnul Mundzir meriwayatkan dari Zaid Ibnul Asham bahwa suatu ketika orang-orang Anshar berkata, “Wahai Rasulullah Saw., berikanlah sebagian dari tanah yang kami miliki ini kepada saudara-saudara kami, kaum Muhajirin.” Rasulullah Saw. Lalu menjawab, “Tidak. Akan tetapi, kalian cukup menjamin kebutuhan makan mereka serta memberikan setengah dari hasil panen kalian. Adapun tanahnya maka ia tetap menjadi hak milik kalian.” Orang-orang Anshar lalu menjawab, “Ya, kami menerimanya.” Allah lalu menurunkan ayat Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah yang berkata, “Suatu hari, seseorang datang kepada Rasulullah seraya berkata, Wahai Rasulullah, sekarang ini saya sangat kelaparan.’ Rasulullah lalu menanyakan kepada istri-istrinya apakah memiliki persediaan makanan, namun tidak ada apa pun pada mereka. Rasulullah lantas berkata kepada sahabat-sahabatnya, Adakah di antara kalian yang mau menjamunya mala mini? Semoga Allah merahmati yang menjami tersebut.’ Seorang laki-laki dari kalangan Anshar lalu berdiri dan berkata, Wahai Rasulullah, saya akan menjamunya.’ Laki-laki itu lantas pulang ke rumah dan berkata kepada istrinya, Saya telah berjanji akan menjamu seorang tamu Rasulullah. Oleh karena itu, keluarkanlah persediaan makananmu.’ Akan tetapi, sang istri menjawab, Demi Allah, saya tidak punya makanan apapun kecuali sekedar yang akan diberikan kepada anak-anak kita.’ Laki-laki itu lantas berkata, Kalau begitu, jika nanti anak-anak kita telah terlihat ingin makan malam maka berusahalah untuk menidurkan mereka. Setelah itu, hidangkanlah makanan untuk mereka itu kepada sang tamu dan padamkan lampu.’ Adapun kita sendiri akan tidur dengan perut kosong pada mala mini.’ Sang istri lalu menuruti intruksi suaminya itu. Pada pagi harinya, laki-laki itu bertemu dengan Rasulullah. Beliau lantas berkata kepada para sahabat, Sesungguhnya Allah telah berkagum-kagum atau tersenyum dengan apa yang dilakukan oleh si Fulan dan Fulanah. Allah lantas menurunkan ayat, ...dan mereka yang mengutamakan Muhajirin, atas dirinya sendiri, meskipun mereka juga memerlukan...’ ”Musaddad meriwayatkan dalam musnadnya, demikian pula Ibnul Mundzir dari Abu Mutawakil An-Naji bahwa seseorang dari kaum muslimin meriwayatkan riwayat yang sama denga riwayat di atas, tetapi dengan sedikit tambahan, yaitu bahwa laki-laki yang menjamu tamu Rasulullah itu bernama Tsabit bin Qais bin Syamas. Artinya, ayat ini turun berkenaan dengan Al-Wahidi meriwayatkan dari Muharib bin Ditsar dari Ibnu Umar yang berkata, “Suatu ketika, salah seorang sahabat mendapat hadiah sebuah kepala kambing. Sahabat itu lantas berkata, Sesungguhnya saudara saya, si Fulan, dan keluarganya lebih membutuhkannya daripada saya.’ Ia pun kemudian mengirimkan kepala kambing itu kepada temannya tersebut. Hal seperti itu berlangsung berulang kali dimana setiap kepala kambing itu dihadiahkan kepada seseorang maka setiap kali itu pula yang bersangkutan menghadiahkannya kembali kepada temannya. Demikianlah, kepala kambing itu berputar-putar di tujuh rumah sampai akhirnya kembali lagi ke rumah orang yang pertama kali menghadiahkannya. Tentang sikap mereka ini, turunlah ayat, ...dan mereka yang mengutamakan Muhajirin, atas dirinya sendiri, meskipun mereka juga memerlukan...’ ”
SurahAl Hasyr 7 مَا أَفَاءَ اللَّهُ عَلَى رَسُولِهِ مِنْ أَهْلِ الْقُرَى فَلِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ كَيْ لَا يَكُونَ دُولَةً
asbabun nuzul surah alqur’an Diriwayatkan oleh al-Bukhari yang bersumber dari Ibnu Abbas bahwa surat al-Anfal turun waktu perang Badr, sedangkan surah al-Hasyr turun pada waktu Perang Bani Nadlir. 1. Telah bertasbih kepada Allah apa yang ada di langit dan bumi; dan dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. 2. Dia-lah yang mengeluarkan orang-orang kafir di antara ahli Kitab dari kampung-kampung mereka pada saat pengusiran yang pertama*. kamu tidak menyangka, bahwa mereka akan keluar dan merekapun yakin, bahwa benteng-benteng mereka dapat mempertahankan mereka dari siksa Allah; Maka Allah mendatangkan kepada mereka hukuman dari arah yang tidak mereka sangka-sangka. dan Allah melemparkan ketakutan dalam hati mereka; mereka memusnahkan rumah-rumah mereka dengan tangan mereka sendiri dan tangan orang-orang mukmin. Maka ambillah Kejadian itu untuk menjadi pelajaran, Hai orang-orang yang mempunyai wawasan. 3. Dan jika tidaklah Karena Allah Telah menetapkan pengusiran terhadap mereka, benar-benar Allah mengazab mereka di dunia. dan bagi mereka di akhirat azab neraka. 4. Yang demikian itu adalah Karena Sesungguhnya mereka menentang Allah dan Rasul-Nya. barangsiapa menentang Allah dan Rasul-Nya, Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya. 5. Apa saja yang kamu tebang dari pohon kurma milik orang-orang kafir atau yang kamu biarkan tumbuh berdiri di atas pokoknya**, Maka semua itu adalah dengan izin Allah; dan Karena dia hendak memberikan kehinaan kepada orang-orang fasik. al-Hasyr 1-5 * yang dimaksud dengan ahli Kitab ialah orang-orang Yahudi Bani Nadhir, merekalah yang mula-mula dikumpulkan untuk diusir keluar dari Madinah. ** Maksudnya pohon kurma milik musuh, menurut kepentingan dan siasat perang dapat ditebang atau dibiarkan tumbuh. Diriwayatkan oleh al-Hakim, dan dishahihkannya, yang bersumber dari Aisyah bahwa kira-kira enam bulan setelah perang Badr, segolongan kaum Yahudi Bani Nadlir yang bertempat tinggal dan berkebun kurma di wilayah kota Madinah, dikepung oleh Rasulullah saw.. Mereka diusir keluar Madinah, dan hanya dibolehkan membawa harta kekayaan sekedarnya yang terpikul oleh unta mereka. Merekapun tidak dibenarkan membawa senjata. Ayat ini al-Hasyr 1-5 turun berkenaan dengan peristiwa tersebut, yang melukiskan bahwa orang yang berkhianat akan mendapat balasannya. Yahudi Bani Nadlir adalah kaum yang berkhianat kepada Rasulullah saw. Pada saat Rasulullah saw akan mengadakan pembicaraan tentang kaum Muslimin yang dibunuh kaum Yahudi, beliau dikhianati. Mereka menyimpan batu di atas pintu masuk supaya beliau tertimpa batu tersebut Ainul Yaqin hal 71. Diriwayatkan oleh al-Bukhari dll, yang bersumber dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah saw. pernah membakar pohon-pohon kurma Bani Nadlir dan menebang sebagiannya lagi. Ayat ini al-Hasyr 5 turun sebagai keterangan bahwa tindakan Rasulullah saw. bersama para sahabatnya, yang dilukiskan khusus terhadap Bani Nadlir itu, dibenarkan oleh Allah Swt. Diriwayatkan oleh Abu Ya’la dengan sanad yang daif, yang bersumber dari Jabir bahwa Rasulullah saw. pernah memberi izin menebang pohon-pohon kurma, tapi kemudian melarangnya dengan keras. Para shahabat menghadap Rasulullah saw. dan bertanya “Ya Rasulullah. Apakah kami ini berdosa karena telah menebang sebagian pohon kurma dan membiarkan sebagiannya lagi ?” Ayat ini al-Hasyr 5 turun berkenaan dengan peristiwa tersebut, yang membenarkan tindakan mereka. Diriwayatkan oleh Ibny Ishaq yang bersumber dari Yazid bin Ruman. Diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Qatadah dan Mujahid bahwa ketika Rasulullah saw. sampai ke tempat Bani Nadlir, mereka telah bersembunyi di dalam benteng. Rasulullah saw. memerintahkan menebang pohon kurma dan membakarnya sehingga berasap. Bani Nadlir berteriak-teriak memanggil Rasulullah saw “Hai Muhammad. Engkau telah melarang membuat kerusakan di muka bumi dan mencela orang yang membuat kerusakan, akan tetapi mengapa engkau menebang pohon kurma dan membakarnya ?” Ayat ini al-Hasyr 5 turun berkenaan dengan peristiwa tersebut, yang membenarkan Rasulullah dalam memusnahkan kaum fasik. 9. Dan orang-orang yang Telah menempati kota Madinah dan Telah beriman Anshor sebelum kedatangan mereka Muhajirin, mereka Anshor mencintai’ orang yang berhijrah kepada mereka Muhajirin. dan mereka Anshor tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka Muhajirin; dan mereka mengutamakan orang-orang Muhajirin, atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka Itulah orang orang yang beruntung al-Hasyr 9 Diriwayatkan oleh Ibnu Mundzir yang bersumber dari Yazid al-Asham bahwa kaum Anshar berkata “Ya Rasulullah, bagi dualah tanah ini untuk kami kaum Anshar dan kaum Muhajirin.” Nabi saw. bersabda “Tidak. Penuhi sajalah keperluan mereka dan bagilah buah kurmanya. Tanah ini tetap kepunyaanmu.” Mereka menjawab “Kami ridha atas keputusan itu.” Maka turunlah ayat ini al-Hasyr 9 yang menggambarkan sifat-sifat kaum Anshar yang tidak mementingkan diri sendiri. Diriwayatkan oleh al-Bukhari yang bersumber dari Abu Hurairah bahwa seorang laki-laki menghadap Rasulullah saw dan berkata “Ya Rasulullah. Saya lapar.” Rasulullah meminta makanan kepada istri-istrinya, akan tetapi ternyata tidak ada makanan sama sekali. Kemudian Rasulullah saw bersabda “Siapa di antara kalian yang malam ini yang bersedia memberi makan kepada tamu ini ? Mudah-mudahan Allah memberi rahmat kepadanya.” Seorang Anshar menjawab “Saya ya Rasulullah.” Kemudian iapun pergi kepada istrinya dan berkata “Suguhkan makanan yang ada kepada tamu Rasulullah.” Istrinya menjawab “Demi Allah tidak ada makanan kecuali sedikit untuk anak-anak.” Suaminya berkata “Bila mereka ingin makan, tidurkan mereka dan padamkan lampunya. Biarlah kita menahan lapar malam ini.” Istrinya melaksanakan apa yang diminta suaminya. Keesokan harinya Rasulullah saw. bersabda “Allah kagum dan gembira karena perbuatan suami-istri itu.” Ayat ini al-Hasyr 9 turun berkenaan dengan peristiwa tersebut, yang melukiskan perbuatan orang yang memperhatikan kepentingan orang lain. Diriwayatkan oleh Musaddad di dalam Musnadnya dan Ibnul Mundzir, yang bersumber dari Abul Mutawakkil an-Naji bahwa tamu Rasulullah itu bernama Tsabit bin Qais bin Syammas. Ayat ini al-Hasyr 9 turun berkenaan dengan peristiwa tersebut. Diriwayatkan oleh al-Wahidi dari Muharib bin Ditsar yang bersumber dari Ibnu Umar bahwa salah seorang shahabat Rasulullah saw diberi kepala kambing. Dalam hatinya shahabat itu berkata “Mungkin orang lain lebih memerlukannya daripada aku.” Seketika itu juga kepala kambing itu dikirimkan kepada kawannya, tapi oleh kawannya dikirimkan lagi kepada yang lainnya sampai tujuh rumah. Akhirnya kepala kambing itu kembali lagi kepada yang pertama. Ayat ini al-Hasyr 9 turun berkenaan dengan peristiwa tersebut, yang melukiskan bahwa setiap umat Islam selalu memperhatikan nasib sesamanya. 11. Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang munafik yang Berkata kepada Saudara-saudara mereka yang kafir*** di antara ahli kitab “Sesungguhnya jika kamu diusir niscaya kamipun akan keluar bersamamu; dan kami selama-lamanya tidak akan patuh kepada siapapun untuk menyusahkan kamu, dan jika kamu diperangi pasti kami akan membantu kamu.” dan Allah menyaksikan bahwa Sesungguhnya mereka benar-benar pendusta. ***Maksudnya Bani Nadhir. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari as-Suddi bahwa beberapa orang bani Quraizah masuk Islam, tetapi di antara mereka terdapat orang-orang munafik. Orang-orang munafik itu berkata kepada bani Nadlir “Sekiranya kalian diusir, kamipun akan keluar bersamamu.” Ayat ini al-Hasyr 11 turun berkenaan dengan peristiwa tersebut, yang melukiskan sifat-sifat orang munafik yang selalu berdusta. Sumber Asbabunnuzul KHQ. Shaleh dkk Tagal-hasyr, Al-qur'an, Asbabun nuzul, bahasa indonesia, hadits, islam, religion, riwayat, surah, surat, tafsir
TiadaTuhan Selain Allah Dan Nabi Muhammad Pesuruh Allah. "Dan apabila manusia ditimpa bahaya, dia berdoa kepada Kami dalam keadaan berbaring, duduk, atau berdiri. Tetapi setelah Kami hilangkan bahaya itu daripadanya, dia (kembali) melalui (jalannya yang sesat), seolah-olah dia tidak pernah berdoa kepada Kami untuk (menghilangkan) bahaya yang
Imam Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Abbas yang berkata, “Surah al-Anfaal turun berkenaan dengan Perang Badar sedangkan surah al-Hasyr turun berkenaan dengan Bani Nadhir.” 502 Ayat 1, yaitu firman Allah ta’ala, “Apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi bertasbih kepada Allah; dan Dialah Yang Mahaperkasa, Mahabijaksana.” al-Hasyr 1 Sebab Turunnya Ayat Imam al-Hakim meriwayatkan riwayat yang dinilainya shahih dari Aisyah yang berkata, “Peperangan dengan Bani Nadhir, yaitu sebuah kabilah Yahudi, terjadi pada pengujung bulan keenam setelah Perang Badar. Perkampungan dan perkebunan kurma milik mereka berada di pinggir kota Madinah. Rasulullah lantas mengepung permukiman mereka itu hingga mereka akhirnya bersedia keluar dari Madinah, tetapi dengan perjanjian bahwa mereka diperkenankan untuk membawa harta dan barang-barang mereka sejauh yang bisa diangkut oleh unta-unta mereka, kecuali barang-barang yang berupa persenjataan. Berkenaan dengan mereka itulah Allah menurunkan ayat, Apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi bertasbih kepada Allah; dan Dialah Yang Mahaperkasa, Mahabijaksana.'” Ayat 5, yaitu firman Allah ta’ala, “Apa saja yang kamu tebang dari pohon kurma milik orang-orang kafir atau yang kamu biarkan tumbuh berdiri di atas pokoknya , maka semua itu adalah dengan izin Allah; dan karena Dia hendak memberikan kehinaan kepada orang-orang fasik.” al-Hasyr 5 Sebab Turunnya Ayat Imam Bukhari dan lainnya meriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa ketika itu Rasulullah membakar dan memotong beberapa batang kurma milik Bani Nadhir yang terdapat di lembah Buwairah. Allah lalu menurunkan ayat ini. 503 Abu Ya’la meriwayatkan dengan sanad yang lemah dari Jabir yang berkata, “Pada awalnya, Rasulullah mengizinkan para sahabat untuk memotong pohon-pohon kurma tersebut, tetapi beliau kemudian melarangnya dengan keras. Para sahabat lantas mendatangi Nabi saw. dan berkata, Wahai Rasulullah, apakah kami berdosa terhadap apa yang telah kami potong atau kami biarkan dari pohon-pohon tersebut?’ Allah lalu menurunkan ayat ini.” Ibnu Ishaq meriwayatkan dari Yazid bin Ruman yang berkata, “Tatkala Rasulullah berangkat menuju perkampungan Bani Nadhir, mereka lantas membuat benteng pertahanan. Rasulullah lalu menyuruh para sahabat untuk memotong dan membakar pohon-pohon kurma mereka. Mereka lantas berkata, Wahai Muhammad, bukankah engkau telah melarang orang lain untuk berbuat kerusakan serta mencela pelakunya?! Akan teapi, kenapa sekarang engkau justru memotong dan membakar pohon-pohon kurma kami?’ Tidak lama kemudian, turunlah ayat ini.” Ibnu Jarir meriwayatkan hal senada dari Qatadah dan Mujahid. Ayat 9, yaitu firman Allah ta’ala, “Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman Anshor sebelum kedatangan mereka Muhajirin, mereka Anshor mencintai’ orang yang berhijrah kepada mereka Muhajirin. Dan mereka Anshor tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka Muhajirin. dan mereka mengutamakan orang-orang Muhajirin, atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang beruntung.” al-Hasyr 9 Sebab Turunnya Ayat Ibnul Mundzir meriwayatkan dari Zaid ibnul-Asham bahwa suatu ketika orang-orang Anshar berkata, “Wahai Rasulullah, berikanlah sebagian dari tanah yang kami miliki ini kepada saudara-saudara kami, kaum Muhajirin.” Rasulullah lalu menjawab, “Tidak. Akan tetapi, kalian cukup menjamin kebutuhan makan mereka serta memberikan setengah dari hasil panen kalian. Adapun tanahnya maka ia tetap menjadi hak milik kalian.” Orang-orang Anshar lalu menjawab, “Ya, kami menerimanya.” Allah lalu menurunkan ayat ini. Imam Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah yang berkata, “Suatu hari, seseorang datang kepada Rasulullah seraya berkata, Wahai Rasulullah, sekarang ini saya sangat kelaparan.’ Rasulullah lalu menanyakan kepada istri-istrinya apakah memiliki persediaan makanan, namun tidak ada apa pun pada mereka. Rasulullah lantas berkata kepada sahabat-sahabatnya, Adakah di antara kalian yang mau menjamunya malam ini? Semoga Allah merahmati yang menjamu tersebut.’ Seorang laki-laki dari kalangan Anshar lalu berdiri dan berkata, Wahai Rasulullah, saya yang akan menjamunya.’ Laki-laki itu lantas pulang ke rumah dan berkata kepada istrinya, Saya telah berjanji akan menjamu seorang tamu Rasulullah. Oleh karena itu, keluarkanlah persediaan makananmu. Akan tetapi, sang istri menjawab, Demi Allah, saya tidak punya makanan apa pun kecuali sekadar yang akan diberikan kepada anak-anak kita.’ Laki-laki itu lantas berkata, Kalau begitu, jika nanti anak-anak kita telah terlihat ingin makan malam maka berusahalah untuk menidurkan mereka. Setelah itu, hidangkanlah makanan untuk mereka itu kepada sang tamu dan padamkan lampu, Adapun kita sendiri akan tidur dengan perut kosong pada malam ini!’ Sang istri lalu menuruti instruksi suaminya itu. Pada pagi harinya, laki-laki itu bertemu dengan Rasulullah. Beliau lantas berkata kepada para sahabat, Sesungguhnya Allah telah terkagum-kagum atau tersenyum dengan apa yang dilakukan oleh si Fulan dan si Fulanah’. Allah lantas menurunkan ayat, …dan mereka mengutamakan orang-orang Muhajirin, atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan…'” 504 Musaddad meriwayatkan dalam musnadnya, demikian pula Ibnul Mundzir dari Abu Mutawakkil an-Naji bahwa seseorang dari kaum muslimin meriwayatkan riwayat yang sama dengan riwayat di atas, tetapi dengan sedikit tambahan, yaitu bahwa laki-laki yang menjamu tamu Rasulullah itu bernama Tsabit bin Qais bin Syamas. Artinya, ayat ini turun berkenaan dengan dirinya. Imam al-Wahidi meriwayatkan dari Muharib bin Ditsar dari Ibnu Umar yang berkata, “Suatu ketika, salah seorang sahabat mendapat hadiah sebuah kepala kambing. Sahabat itu lantas berkata, Sesungguhnya saudara saya, si Fulan, dan keluarganya lebih membutuhkannya daripada saya.’ Ia pun kemudian mengirimkan kepala kambing itu kepada temannya tersebut. Hal seperti ini berlangsung berulang kali di mana setiap kali kepala kambing itu dihadiahkan kepada seseorang maka setiap kali itu pula yang bersangkutan menghadiahkannya kembali kepada temannya. Demikianlah, kepala kambing itu berputar-putar di tujuh rumah sampai akhirnya kembali lagi ke rumah orang yang pertama kali menghadiahkannya. Tentang sikap mereka ini, turunlah ayat,’ …dan mereka mengutamakan orang-orang Muhajirin, atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan…'” Ayat 11, yaitu firman Allah ta’ala, “Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang munafik yang berkata kepada saudara-saudara mereka yang kafir di antara ahli kitab “Sesungguhnya jika kamu diusir niscaya kamipun akan keluar bersamamu; dan kami selama-lamanya tidak akan patuh kepada siapapun untuk menyusahkan kamu, dan jika kamu diperangi pasti kami akan membantu kamu.” Dan Allah menyaksikan bahwa Sesungguhnya mereka benar-benar pendusta.” al-Hasyr 11 Sebab Turunnya Ayat Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Suddi yang berkata, “Beberapa orang dari Bani Quraizhah masuk Islam. Akan tetapi, di antara mereka terdapat beberapa orang munafik yang kemudian berkata kepada orang-orang dari Bani Nadhir, Sekiranya kalian nanti diusir maka kami pun pasti akan keluar bersama kalian.’ Berkenaan dengan merekalah turun ayat ini.'” 503. Ibid., hadits nomor 4884. 504. Shahih Bukhari, kitab al-Manaaqibr, hadits nomor 3798. Sumber Diadaptasi dari Jalaluddin As-Suyuthi, Lubaabun Nuquul fii Asbaabin Nuzuul, atau Sebab Turunnya Ayat Al-Qur’an, terj. Tim Abdul Hayyie Gema Insani, hlm. 559 – 563. Post Views 2,040
1 Telah bertasbih kepada Allah apa yang ada di langit dan bumi; dan dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. 2. Dia-lah yang mengeluarkan orang-orang kafir di antara ahli Kitab dari kampung-kampung mereka pada saat pengusiran yang pertama [*]. kamu tidak menyangka, bahwa mereka akan keluar dan merekapun yakin, bahwa benteng-benteng mereka
Surat Al Ashr العصر adalah surat ke-103 dalam Al Quran. Berikut ini terjemahan, asbabun nuzul, dan tafsir Surat Al Ashr. Surat ini terdiri dari tiga ayat dan merupakan Surat Makkiyah. Ia merupakan surat ke-13 yang diturunkan kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Yakni setelah surat Al Insyirah, sebelum surat Al Adiyat. Nama surat ini Al Ashr yang berarti masa. Terambil dari ayat pertama dalam surat ini. Yakni Allah bersumpah demi masa. Surat Al Ashr dan ArtinyaAsbabun Nuzul dan KeutamaanTafsir Surat Al AshrSurat Al Ashr ayat 1Surat Al Ashr ayat 2Surat Al Ashr ayat 3Penutup Tafsir Surat Al Ashr Berikut ini Surat Al Ashr dalam tulisan Arab, tulisan Latin, dan artinya dalam bahasa Indonesia وَالْعَصْرِ . إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ . إِلَّا الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ Wal ashr. Innal insaana lafii khusr. Illal ladziina aamanuu wa’amilush shoolihaati watawaashou bilhaqqi watawaashou bish shobr ArtinyaDemi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran. Baca juga Ayat Kursi Asbabun Nuzul dan Keutamaan Syaikh Muhammad Abduh menjelaskan, orang Arab jahiliyah biasa bersantai di waktu Ashar. Mereka bercengkerama dan bercanda, hingga saling menyinggung dan akhirnya terjadi perselisihan dan permusuhan. Mereka pun mengutuk waktu ashar. Maka Allah menurunkan surat ini untuk memberikan peringatan, bukan waktu ashar yang salah tetapi merekalah yang salah. Manusia akan berada dalam kerugian selama tidak memenuhi empat kriteria dalam surat ini. Surat Al Ashr memiliki beberapa keutamaan. Di antaranya adalah, ia biasa dibaca oleh sahabat di akhir majelis. Menjadi salah satu doa penutup majelis. Ia juga merangkum kunci keselamatan sehingga bisa mewakili isi Al Quran. Imam Thabrani meriwayatkan dari Ubaidillah bin Hafsh, dia berkata, “Ada dua sahabat Nabi shallallahu alaihi wasallam jika bertemu mereka tidak akan berpisah melainkan salah satu dari mereka berdua membaca Surat Al Ashr terlebih dahulu, lantas mengucapkan salam.” Imam Baihaqi juga meriwayatkan yang serupa dari Abu Hudzaifah. Syaikh Amru Khalid dalam Khawatir Qur’aniyah mengutip perkataan Imam Syafi’i “Seandainya Al Quran tidak turun kecuali surat Al Ashr ini, maka sudah mencukupi manusia.” Syaikh Adil Muhammad Khalil dalam Awwal Marrah at-Tadabbar al-Qur’an menyebutkan bahwa Imam Syafi’i mengatakan, “Sekiranya Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak menurunkan hujjah kepada hamba-Nya selain surat ini, niscaya surat ini telah mencukupi.” Sedangkan Syaikh Wahbah Az Zuhaili dalam Tafsir Al Munir menyebutkan bahwa Imam Syafi’i mengatakan, “Seandainya manusia memikirkan surat ini, pastilah surat ini cukup bagi mereka.” Baca juga Surat Al Kafirun Tafsir Surat Al Ashr Tafsir surat Al Ashr ini kami sarikan dari Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Fi Zhilalil Quran, Tafsir Al Azhar, Tafsir Al Munir dan Tafsir Al Misbah. Ia bukan tafsir baru melainkan ringkasan kompilasi dari tafsir-tafsir tersebut. Juga ditambah dengan referensi lain seperti Awwal Marrah at-Tadabbar al-Qur’an dan Khawatir Qur’aniyah. Secara umum, surat ini menunjukkan urgensi waktu. Surat ini berisi penegasan bahwa semua orang akan merugi kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shalih serta saling menasehati agar menetapi kebenaran dan kesabaran. Baca juga Surat Al Kautsar Surat Al Ashr ayat 1 وَالْعَصْرِ Demi masa. Para ulama sepakat ashr عصر artinya adalah masa atau waktu. Namun penafsiran waktu yang dimaksud dalam ayat ini ada beberapa pendapat. Pertama, masa atau waktu secara umum. Kedua, waktu ashar. Ketiga, masa hidupnya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Pendapat yang paling kuat adalah waktu secara umum. Allah bersumpah dengan waktu, menunjukkan betapa pentingnya waktu bagi manusia. Ali bin Abi Thalib mengatakan, “Rezeki yang tidak diperoleh hari ini masih dapat diharapkan lebih dari itu esok hari. Tetapi waktu yang berlalu hari ini tidak mungkin diharapkan kembali esok.” Allah bersumpah dengan waktu juga menunjukkan kemuliaan waktu. Jika orang-orang Arab jahiliyah meyakini ada waktu sial dan sebagainya, Rasulullah mengingatkan untuk tidak mencela waktu. لاَ تَسُبُّوا الدَّهْرَ فَإِنَّ اللَّهَ هُوَ الدَّهْرُ Jangan mencela waktu, karena sesungguhnya Allah adalah pemilik waktu. HR. Muslim Sedangkan al ashr yang ditafsirkan waktu ashar, ia juga memiliki korelasi kuat dengan isi surat ini. Di antara kebiasaan orang-orang musyrikin Makkah, mereka menggunakan waktu ashar untuk bersantai sambil menghitung untung rugi perdagangannya. Dalam surat ini, Allah bersumpah dengan al ashr bukan untuk menghitung untung rugi dunia yang sementara tetapi untung rugi di akhirat yang abadi. Baca juga Surat Al Maun Surat Al Ashr ayat 2 إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, Kata al insan الإنسان berbentuk makrifat menunjuk pada keseluruhan manusia. Baik mukmin maupun kafir. Meskipun demikian, ia hanya mencakup mukallaf mendapat beban perintah agama. Sedangkan yang tidak mukallaf, misalnya anak kecil yang belum baligh, tidak masuk dalam ayat ini. Kata lafii لفي merupakan gabungan dari huruf lam ل yang menyiratkan makna sumpah dan huruf fii في yang mengandung makna tempat atau wadah. Dengan demikian, semua manusia berada dalam wadah khusr. Kata khusr خسر memiliki banyak arti. Di antaranya adalah rugi, sesat dan celaka yang semuanya mengarah pada hal negatif yang tidak disukai manusia. Khusr pada ayat ini menggunakan bentuk nakirah sehingga maknanya adalah kerugian yang besar dan beraneka ragam. Karenanya ketika menafsirkan ayat ini, Syaikh Wahbah Az Zuhaili menuliskan, “Sesungguhnya seluruh manusia itu pastilah berada dalam kerugian, kekurangan dan kehancuran, kecuali orang-orang yang mengumpulkan antara iman kepada Allah dan beramal shalih.” Baca juga Surat Quraisy Surat Al Ashr ayat 3 إِلَّا الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran. Ayat ini mengecualikan insan pada ayat sebelumnya. Bahwa insan yang tidak berada dalam kerugian adalah mereka yang memiliki empat kriteria; iman, amal shalih, saling menasehati tentang kebenaran dan saling menasehati tentang kesabaran. Sebagian ulama menjelaskan bahwa agama ini terdiri dari pengetahuan dan pengamalan. Keyakinan dan perbuatan. Iman adalah pengetahuan dan keyakinan. Amal shalih adalah pengamalan dan perbuatan. Sedang saling menasehati dalam kebenaran dan kesabaran adalah dakwah yang merupakan bentuk amal shalih agar orang lain juga beriman dan beramal shalih. Ayat ini menggunakan bentuk jamak, mengisyaratkan pentingnya beramal jamai dan berjamaah. Untuk bisa selamat dari kerugian, manusia harus berjamaah. Beramal jamai bersama orang-orang mukmin dan berdakwah bersama. Kata tawashau تواصوا berasal dari kata washa وصى yang artinya menyuruh berbuat baik. Kata al haq الحق artinya adalah sesuatu yang mantap dan tidak berubah. Yakni ajaran agama atau kebenaran. Sedangkan sabar صبر artinya adalah menahan nafsu demi mencapai sesuatu yang baik atau lebih baik. Ar Razi mengatakan, “Ayat ini menunjukkan bahwa kebenaran itu berat. Kebenaran akan senantiasa diuji. Oleh karena itu, penyebutan kebenaran disertai dengan penyebutan saling menasehati.” Baca juga Surat Al Fil Penutup Tafsir Surat Al Ashr Sayyid Qutb dalam Tafsir Fi Zilalil Qur’an menyebutkan, dalam surat pendek yang hanya terdiri dari tiga ayat ini tercermin manhaj yang lengkap bagi kehidupa manusia sebagaimana yang dikehendaki Islam. Surat ini juga mengidentifitasi umat Islam dengan hakikat dan aktifitasnya dalam sebuah paparan singkat yang tidak mungkin dapat dilakukan selain Allah. Manhaj itu adalah iman, amal shalih, saling menasehati untuk mentaati kebenaran dan saling menasehati untuk menetapi kesabaran. Semua orang merugi kecuali orang yang memiliki empat kriteria ini. Demikian Surat Al Ashr mulai dari terjemahan, asbabun nuzul, hingga tafsir. Semoga kita bisa masuk dalam manhaj surat ini sehingga terhindar dari kerugian besar di akhirat nanti. Wallahu a’lam bish shawab. [Muchlisin BK/BersamaDakwah]
HcH9nlG. tvka3pi946.pages.dev/8tvka3pi946.pages.dev/161tvka3pi946.pages.dev/107tvka3pi946.pages.dev/116tvka3pi946.pages.dev/360tvka3pi946.pages.dev/165tvka3pi946.pages.dev/217tvka3pi946.pages.dev/279tvka3pi946.pages.dev/53
asbabun nuzul surah al hasyr